Sabtu, 1 Januari 2011

TENTANG TAWAKAL


Seseorang yang bermaksud mewakilkan sebuah urusan ataupun persoalannya untuk diselesaikan oleh pihak lain, tentu akan memilih wakil yang tepat serta dapat ia percaya secara penuh. Jika ia tersangkut perkara hukum, maka pihak atau wakil yang tepat untuk ia tunjuk tentunya para advocate atau pengacara. Begitu juga jika seseorang ingin menyelesaikan persoalan yang menyangkut masalah kesehatan dirinya, maka hampir bisa dipastikan ia akan memilih dokter ternama ketimbang berurusan dengan dukun dari kampung bojong nangka.

Akan tetapi, Point terpenting dari sebuah pendelegasian disetiap persoalan apapun adalah; kepercayaan penuh bahwa pihak yang ditunjuk untuk mewakili adalah benar-benar pihak yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas yang tidak diragukan. Di samping tentunya ia juga harus memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi dalam mengatasi persoalan yang memiliki muatan sama sebagaimana persoalan yang sedang dihadapi.

Dalam bahasa agama, fenomena pendelegasian ini dikenal dengan sebutan Tawakkal/tawakul. Ia menjadi salahsatu pesan agama yang cukup penting sehingga sering diulang berkali-kali di berbagai tempat dalam al-Qur’an. “fatawakkal ‘ala Allah” (Maka hendaknya engkau bertawakkal pada Allah). “wa mayyatawakkal ‘ala Allah fahuwa hasbuh” (Barangsiapa yang bertawakkal pada Allah maka cukuplah hal itu bagi dirinya..) dsb.

Kata tawakkal tercerabut dari kata dasar wakala, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna, wakil, duta, dan mungkin juga bisa berarti ‘asistensi’ sehingga kalimat “tawakkal ‘ala Allah” dalam dua ayat di atas, dapat difahami sebagai;
“Maka, hendaknya hanya kepada Allah saja engkau mewakilkan urusanmu” Dan “Siapapun yang menyerahkan secara penuh urusannya kepada Allah untuk diselesaikan, maka hal itu sudah cukup baginya tanpa perlu mencari wakil yang lain..”

Adakah di dunia ini pihak yang tepat menjadi wakil kita untuk kita serahkan serta percayakan padanya berbagai urusan kita? Adakah pihak atau seseorang yang benar-benar tahu jeritan hati kita yang terdalam? Seseorang yang memahami—layaknya membaca sebuah buku—, setiap rangkaian kata, hingga titik komanya setiap apa-apa yang tertulis dalam fikiran atau yang tercetak di dasar hati kita? Rasanya tidak ada dan pasti tidak akan pernah ada. Oleh karena itu, jika kita menginginkan persoalan hidup dituntaskan secara sempurna, maka wakilkanlah segala persoalan itu kepada Dzat yang juga Maha Sempurna. Allah, adalah Dzat Yang Maha Sempurna, yang selalu membuka pintu-pintu-Nya untuk diketuk oleh hati-hati yang khusyuk penuh cinta…

Pertanyaannya kemudian adalah; di manakah kita harus meletakkan tawakkal? Bukankah dalam hidup kita diwajibkan untuk berusaha (ikhtiar) dan berdoa?. Bukankah kedua instrumen itu yang justru akan sangat mewarnai hasil akhir dari sesuatu yang kita usahakan..?

Benaaar... Tidak ada yang salah dengan pernyataan itu; Kita memang harus berusaha/berikhtiar dan berdoa untuk setiap sesuatu yang kita inginkan atau sesuatu yang sedang kita hadapi.. Dipenghujung jalan ikhtiar yang dipungkasi doa itu, ternyata ada sebuah pintu lagi yang bisa kita temukan.. Di situlah letaknya tawakkal, Ia bermukim di wilayah kesadaran hati saat kita pasrah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya untuk diselesaikan… Rumah tawakal tak jauh dari halaman belakang doa dikala hati kita secara sadar mengakui kerapuhan diri yang mengantarkan kepasrahan pada ketentuan (takdir) Allah. Apapun yang kita usahakan dan kita pintakan melalui doa, hasil akhirnya kita serahkan IA yang menjadi penentu Takdir kita. Yang menjadi wakil kita dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mungkin kita rasakan sulit terpecahkan dan yang membuat otak kita terasa buntu…

Sahabat.. setelah sehari kita bekerja, bertarung dan berikhtiar penuh suka cita, maka ambillah sedikit jeda.. sekadar waktu sesaat untuk mengangkat tangan-tangan kita yang lemah, mengetuk pintu-pintu Rahmat-Nya, agar dapat kita sampaikan apa-apa yang menjadi nafas cita kita, yang menjadi kesulitan dan jerit tangis kita, serta apa-apa yang menjadi kerinduan hati kita…

Rabbana ‘alaika tawakkalna, Waa ilaika anabna, Waa ilaika al-mashir
Rabbana atina min ladunka rahmah, Waa hayyik lana min amrina rosyada,

Wallahu a’lam


Tiada ulasan:

Catat Ulasan